Bagi sebagian orang, pendidikan tinggi atau kuliah adalah pintu gerbang menuju masa depan yang lebih cerah. Namun bagi masyarakat miskin, kuliah masih menjadi impian yang penuh rintangan. Di era modern yang katanya penuh kesempatan ini, kenyataannya akses ke pendidikan tinggi masih dibatasi oleh banyak kendala—mulai dari biaya, akses informasi, hingga tekanan sosial. Tantangan ini bukan hanya persoalan ekonomi, tapi juga cermin ketimpangan yang belum terselesaikan dalam sistem pendidikan kita.
Kuliah: Antara Harapan dan Ketimpangan
Pendidikan tinggi seharusnya menjadi alat pemberdayaan, namun dalam praktiknya, masih banyak keluarga miskin yang tidak mampu membiayai anak-anak mereka untuk berkuliah. Biaya kuliah, kebutuhan hidup selama belajar, dan minimnya dukungan dari lingkungan sekitar membuat kuliah terasa seperti mimpi yang sulit digapai. Meski ada program bantuan pendidikan, jalur menuju sana sering kali rumit dan tidak merata penyebarannya.
Baca juga: Ternyata Banyak Mahasiswa Miskin Gagal Kuliah Bukan Karena Malas, Tapi Karena Hal Ini
Masalah lain adalah kurangnya informasi slot mengenai beasiswa, peluang belajar daring, atau jalur alternatif pendidikan. Bagi masyarakat marginal, akses terhadap informasi tersebut masih terbatas, dan ini memperlebar jurang kesenjangan. Padahal di era modern ini, seharusnya teknologi bisa menjadi jembatan penghubung yang memperkecil kesenjangan, bukan malah memperlebar.
-
Biaya Pendidikan yang Tinggi – Mulai dari uang kuliah, biaya transportasi, hingga tempat tinggal sering menjadi beban yang berat.
-
Kurangnya Akses Informasi – Banyak keluarga tidak tahu tentang beasiswa, jalur afirmasi, atau program pembiayaan lainnya.
-
-
Tekanan Sosial dan Budaya – Ada anggapan bahwa kuliah hanya untuk orang kaya atau pintar, bukan untuk “orang biasa”.
-
Minimnya Dukungan Lingkungan – Tidak semua anak punya orang tua atau guru yang mendukung mereka melanjutkan kuliah.
-
Kesenjangan Teknologi – Akses ke perangkat dan koneksi internet masih jadi masalah di daerah terpencil atau keluarga miskin.
Masyarakat miskin sebetulnya punya potensi besar, namun sistem pendidikan tinggi belum sepenuhnya berpihak pada mereka. Perlu kebijakan yang lebih inklusif, informasi yang lebih mudah dijangkau, dan dukungan nyata dari berbagai pihak. Karena pendidikan tinggi bukan soal siapa yang punya uang, tapi siapa yang punya semangat dan kesempatan. Dan kesempatan itu seharusnya milik semua orang.